Indonesia Harus
Adopsi IAS
Memudahkan Perusahaan Asing Menjual Saham
Memudahkan Perusahaan Asing Menjual Saham
BANDUNG,(PR).-
Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.
Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.
Demikian
dikatakan penasihat Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) Kompartemen Akuntan
Publik, Agung Nugroho Soedibyo, usai memberikan ceramah umum di pembukaan
program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) Universitas Widyatama, baru-baru
ini.
Lebih
lanjut Agung mengatakan, upaya untuk mengadopsi seluruh standar akuntansi
internasional itu sudah dilakukan sejak 1994. Saat ini, jelasnya, sudah lebih
dari 50% framework
standar internasional yang dikeluarkan oleh International
Accounting Standard Board.
“Cuma
sifatnya kita baru harmonisasi. Ke depan nanti, walaupun saya tidak tahu kapan
waktunya, kita harus melakukan full
adoption atas standar internasional itu. Sebetulnya, yang paling
utama diinginkan adalah untuk perusahaan publik. Agar jika ada perusahaan dari
luar negeri ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi
dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun
laporan keuangan,” paparnya.
Untuk
mencapai full
adoption dari standar akuntansi internasional, hingga saat ini
masih terus dilakukan diskusi dan pembicaraan. Menurut Agung, ada beberapa
pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau memilih
bagian-bagian yang sesuai dengan kondisi Indonesia.
“Selama
ini, yang kita sebut sebagai harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja
yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK (pernyataan
standar akuntansi keuangan) nomor 24, yang baru saja selesai kita kerjakan, itu
mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan
kerja atau employee
benefit. Kita melakukan hal ini, bersamaan dengan adanya UU No 13
tentang tenaga keja, yang mengatur secara rinci mengenai hak karyawan. Hak-hak
seperti itu harus secara transparan diwujudkan di dalam laporan keuangan
perusahaan,” ujarnya.
Agung
melanjutkan, ada juga upaya untuk mengadopsi IAS nomor 41 tentang standar
akuntansi perusahaan agrokultur. Tapi, Dewan Standar Akuntansi tidak bisa
begitu saja melakukan adopsi. Pihaknya saat ini masih terus melakukan
pembicaraan dengan perusahaan agrokultur baik swasta maupun BUMN, untuk
meninjau kemungkinan mengadopsi penuh IAS Nomor 41. “Diskusinya bahkan belum
sampai kepada diskusi penyusunan, jadi waktunya masih lama,” ujarnya.
Berkaitan
dengan sosialisasi standar baru hingga ke wilayah akademis, Agung menjelaskan,
sudah ada bagian di IAI yang bertugas melakukan hal tersebut yaitu Kompartemen
Akuntan Pendidik.
“Dewan
Standar Akuntasi tugasnya hanya menyusun suatu standar secara independen dan
tidak bertugas untuk menyosialisasikan. Di IAI ada empat kompartemen yang
menjadi tempat bernaungnya akuntan sesuai dengan bidangnya, Kompartemen Akuntan
Publik, Akuntan Manajemen, Sektor Publik, dan Akuntan Pendidik,” urainya.
“Tiap-tiap
kompartemen inilah yang seharusnya melakukan sosialisasi. Para akuntan pendidik
ini pasti dosen-dosen perguruan tinggi. Kalau dia melakukan pekerjaan
formalnya, otomtis setiap perguruan tinggi akan mengetahui setiap perkembangan
yang ada sedini mungkin,” tambahnya.
Namun
demikian, lanjut Agung, sosialisasi pasti akan terbentur dengan masalah biaya,
misalnya untuk pencetakan buku standar yang baru. “Tapi sosialisasi ini sangat
penting karena nanti produk dari perguruan tinggi itu akan dinilai oleh para
pemakainya,” ujarnya. (A-132)***
OPINI
:
Setelah
membaca artikel diatas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum sepenuhnya
mengadopsi IAS (International Accounting Standart). Karena untuk mengadopsi IAS
membutuhkan pemahaman dan biaya sosialisasi yang tinggi. Menurut saya, Negara Indonesia
dalam standar akuntansi nya hanya perlu harmonisasi IAS (International
Accounting Standart) saja. Maksud harmonisasi disini yakni hanya memilih atau
mengadopsi IAS apa adanya, atau memilih bagian-bagian yang sesuai dengan
kondisi Indonesia.
Karena
menurut saya keadaan ekonomi mikro dan makro Indonesia tidak sama dengan Negara-negara
lain, ada persamaan dan perbedaan keadaan ekonomi. Dengan adanya perbedaan
keadaan tersebut maka menurut saya ada beberapa atau mungkin banyak IAS yang
tidak sesuai jika diterapkan di Indonesia sepenuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar