Senin, 31 Desember 2012

“Good Corporate Governance Pada Bisnis Syariah”


Sebelum membahas mengenai Good Corporate Governance (GCG) pada bisnis syariah, terlebih dulu kita harus mengetahui apa itu GCG ??. seperti yang dikutip oleh Susilo dan Simarmata (2007) definisi mengenai corporate governance pertama kali dikeluarkan oleh Cadbury Commite pada tahun 992 menyatakan bahwa, “corporate governance adalah sisitem untuk mengarahkan dan mengendalikan perseroan”. Menurut keputusan menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002 mendefinisikan corporate governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegaang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan.
Dari definisi-definisi diatas bias disimpulkan bahwa GCG merupakan suatu proses dan struktr yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola usaha dalam rangka meningkatkan kemajuan usaha dan akuntabilitas perusahaan yang juga menekankan pada pentingnya pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai entinitas bisnis dalam masyarakat dan stakeholders.
Bisnis syariah telah lama berkembang di Indonesia. Dewasa ini telah banyak bisnis syariah, utamanya sektor keuangan dan perbankan yang menyatakan diri sebagai entitas bisnis syariah. Sementara itu banyak pula kegiatan bisnis syariah yang dilakukan baik oleh perusahaan besar maupun perusahaan kecil bahkan perorangan yang belum menyatakan diri sebagai entitas bisnis syariah dan berpotensi untuk berkembang dimasa mendatang.
Bisnis dalam Islam memiliki posisi yang sangat mulia sekaligus strategis kerena bukan sekedar diperbolehkan didalam Islam, melainkan justru diperintahkan oleh Allah Swt di dalam al-Quran (Al-Jumah/62: 10). Dalam bisnis syariah, kepemilikan, pemanfaatan dan pelaksanaannya dapat dilakukan oleh siapapun tanpa sekat agama, kepercayaan, ras suku dan bahasa. Kegiatan bisnis merupakan bagian dari pelaksanaan peran manusia sebagai khalifah (wali amanat dari Allah) dalam rangka memakmurkan bumi berdasarkan petunjuk Ilahi sekaligus sebagai manifestasi ibadah kepada Allah Swt. Penegakan iman dan takwa diwujudkan melalui implementasi akhlaqul karimah dalam setiap aspek dan kegiatan usaha dengan memperhatikan hubungan baik yang komprehensif mencakup seluruh kepentingan stakeholder termasuk lingkungan sekitar. Kedudukan manusia dalam bisnis syariah secara kodrat tidak terlepas dari kecenderungan untuk berperilaku baik dan buruk, terlebih lagi manusia yang beraktifitas didunia bisnis. Pelaku bisnis dapat melakukan aktivitas bisnisnya dengan cara yang tidak baik untuk mencapai tujuannya, namun disisi lain tidak menutup kemungkinan adanya pelaku bisnis yang tetap taat asas mengikuti akhlaqul karimah sehingga mampu mempertahankan perilaku baiknya dalam bisnis.
Berdasarkan uraian diatas dan dalam rangka menjaga sustainability bisnis syariah melalui pelaksanaan governance yang dapat mengeliminasi kecenderungan perilaku bisnis yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dan mencapai tujuan, maka diperlukan standar dan pedoman good governance bisnis syariah. Untuk itu disusun Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah (GGBS) yang dapat diterima oleh semua pihak.
Maksud dan tujuan penyusunan Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah atau untuk selanjutnya di sebut Pedoman Umum GGBS adalah sebagai acuan dalam berbisnis secara Islami, baik untuk lembaga yang sudah menyatakan diri sebagai entitas syariah maupun yang belum.
Dalam rangka penegakan Good Governance Bisnis Syariah (GGBS), diperlukan penciptaan prakondisi yang memungkinkan terwujudnya bisnis yang berkembang dengan tetap mendasarkan pada kaedah-kaedah syariah. Prakondisi yang perlu diciptakan meliputi prakondisi yang dapat meyakinkan bahwa bisnis syariah tidak hanya ditujukan untuk keberhasilan materi akan tetapi juga harus dikaitkan dengan keberhasilan spiritual. Dengan demikian, prakondisi yang diciptakan juga harus mempertimbangkan dua sudut pandang, yaitu sudut pandang spiritual dan sudut pandang operasional.
Secara operasional, penerapan GGBS menuntut berfungsinya empat pilar yaitu negara, ulama, pelaku bisnis syariah dan masyarakat. Pelaksanaan peran secara optimal mewajibkan setiap pilar untuk mematuhi prinsip-prinsip dasar pengelolaan bagi masing-masing fungsi dan perannya sebagai berikut:
1.      Negara merupakan pemegang kewenangan tertinggi dalam mendorong terciptanya iklim kehidupan masyarakat yang baik, termasuk iklim bisnis yang sehat dan dinamis. Dalam hal ini, Negara menetapkan berbagai ketentuan, termasuk upaya penegakan hukumnya (law enforcement), serta membangun berbagai sarana prasarana, demi terciptanya iklim bisnis yang sehat, sehingga dapat digunakan sebagai wadah penerapan GGBS yang optimal.
2.      Ulama sebagai pihak yang mewarisi keluasan dan kedalaman pengetahuan berperan sebagai konsultan dan tempat rujukan bagi pemerintah dan masyarakat.
3.      Pelaku bisnis syariah sebagai pihak yang melakukan berbagai aktivitas bisnis, berperan sebagai pihak yang wajib bertakwa dan mematuhi serta mentaati berbagai ketentuan yang ditetapkan pemerintah, sehingga kegiatan bisnis tersebut senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah Swt.
4.      Masyarakat sebagai pihak yang melakukan berbagai aktivitas ekonomi, wajib bertakwa dan mematuhi serta mentaati berbagai ketentuan yang ditetapkan pemerintah, agar aktivitas ekonomi tersebut senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah Swt. Disamping itu, oleh karena masyarakat merupakan pihak yang berhak mendapatkan perlindungan, maka masyarakat juga berperan dalam mewujudkan kontrol sosial (social control) terhadap negara dan pelaku bisnis. Kontrol sosial diwujudkan dengan menunjukkan kepedulian secara obyektif, bertanggung jawab dan konstruktif.

Bisnis syariah yang dimaksud dalam Pedoman GGBS ini mencakup beberapa bentuk entitas bisnis yang dalam istilah umum disebut “Perusahaan”. Menurut perundangan yang berlaku, Perusahaan memiliki badan hukum yang berbeda seperti: perseroan terbatas (PT), usaha bersama (mutual company), perusahaan perorangan dan koperasi. Bentuk-bentuk Perusahaan tersebut memiliki banyak kesamaan, namun juga beberapa perbedaan karakteristik. Kesamaannya adalah bahwa setiap kegiatan bisnis syariah perlu memilliki empat fungsi sehingga dapat tercipta chek and balance. Keempat fungsi tersebut meliputi: kepemilikan, pelaksanaan bisnis secara operasional, pengawasan dan nasehat serta pengawasan aspek syariah.
Asas GGBS yang masih sejalan dengan asas GCG yang berlaku secara umum dalam dunia usaha yaitu TARIF: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan (fairness).
·         Tranparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan. Transparansi diperlukan agar pelaku bisnis syariah menjalankan bisnis secara objektif dan sehat. Pelaku bisnis syariah harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah.
·         Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Pelaku bisnis syariah harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan pelaku bisnis syariah dengan tetap memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
·         Responsibilitas
a. Pelaku bisnis syariah harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan bisnis syariah dan perundangan, anggaran dasar serta peraturan internal pelaku bisnis syariah (by-laws).
b. Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan isi perjanjian yang dibuat termasuk tetapi tidak terbatas pada pemenuhan hak dan kewajiban yang yang disepakati oleh para pihak.
c. Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan tanggung jawab sosial antara lain dengan peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar tempat berbisnis, dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai. Pelaksanaan tanggung jawab sosial tersebut dapat dilakukan dengan cara membayar zakat, infak dan sadaqah.
·         Indepedensi
a. Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen dan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b. Masing-masing organ Perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan dan ketentuan syariah, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
c. Seluruh jajaran bisnis syariah harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawabnya.
·         Kewajaran dan kesetaraan. Fairness atau kewajaran merupakan salah satu manifestasi adil dalam dunia bisnis. Setiap keputusan bisnis, baik dalan skala individu maupun lembaga, hendaklan dilakukan sesuai kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan tidak diputuskan berdasar suka atau tidak suka. Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. 

dikutip dari www.google.com

“ Softskill itu Penting Sebagai Pendamping Hardskill “


 Sponge Bob dan Patrick dua orang mahasiswa disebuah perguruan tinggi sedang duduk bersandar pada batu koral di taman kampus mereka. Sponge Bob yang sedang asik bergelut dengan laptopnya tiba-tiba beralih melihat dan mengamati wajah Patrick yang terlihat tidak bersemangat.
Sponge Bob   : “ada apa kawan ku Patrick? Sepertinya kau terlihat lesu kurang bersemangat?”
Patrick            : “heemm… tidak ada masalah yang serius Sponge, aku hanya sedikit lelah dengan segala tugas kuliah di semester ini”
Sponge Bob   : “heyy.. ayolah Patrick jangan lesu begitu, nikmatilah masa-masa kuliah kita ini. Memang agak berat tapi untuk menjadi lebih baik kita memang butuh pengorbanan. Dibawa Have Fun saja” (sambil menepuk pundak Patrick dan tersenyum)
Patrick            : “kau betul Sponge, akan kucoba. Aahh apakah kau mengikuti kelas mata kuliah softskill?. Kau tahu aku tak begitu tertarik dengan matakuliah tersebut, menurutku tak begitu penting dan membuang waktu.”
Sponge Bob   : “biacara apa kau Patrick!. Kawan tidakkah kau tahu softskill sangat penting sebagai pendamping hardskill yang kita miliki”.
Patrick            : “jujur kawan, aku tak begitu mengerti mengenai hardskill dan softskill, kau tahu aku selalu memgantuk saat kelas matakuliah softskill.. hehe”
Sponge Bob   : “dasar Patrick kau ini. Baiklah aku akan menjelaskan sedikit mengenai hardskill dan softskill kepadamu, tapi kau jangan mengantuk dan tertidur yah. Oke?!.
Secara perlahan Sponge Bob mulai menjelaskan hal tersebut kepada Patrick.
Sponge Bob   : “baiklah Patrick akan kumulai dengan hardskill. hard skill merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. hard skill merupakan kemampuan untuk menguasai ilmu pengatahuan teknologi dan keterampilan teknis dalam mengembangkan intelligence quotient yang berhubungan dengan bidangnya. Contoh hardskill yang dapat terlihat pada prestasi mahasiswa yang ditunjukkan oleh indeks prestasi (IP).”
Patrick            : “dari penjelasanmu hadskill itu memang penting bagi setip individu, hardskill penting bagi kita mahasiswa untuk nanti terjun di dunia kerja dan bisnis.”
Sponge Bob   : “tepat sekali Patrick, nah begitu juga dengan sofskill juga sangat penting bagi kita sebagai mahasiswa!”
Patrick            : “hayooollaah sponge yang terpenting kita kuliah adalah mendapatkan prestasi dengan IPK yang memuaskan kawan.”
Sponge Bob   : “kau benar Patrick tapi hardskill saja tak cukup perlu softtskill sebagai pendampingnya. soft skill yaitu kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan kemampuan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) serta kemampuan tambahan seseorang dalam kepercayaan/kepedulian baik terhadap penciptanya maupun orang lain (ekstrapersonal skills). “
Patrick            : “memamg apa saja contoh dari softskill sponge?”
Sponge Bob   : “beberapa keterampilan yang dimasukkan dalam kategori soft skill adalah: etika/profesional, kepemimpinan, kreativitas, kerjasama, inisiatif, facilitating kelompok maupun masyarakat, komunikasi, berpikir kritis, dan problem solving.”
Patrick            : “waaahhh kalau begitu softskill sangat penting juga yaa… aku mulai tertarik dengan kelas matakuliah softskill”
Sponge Bob   : “baguslah jika kau mulai tertarik, aku tambahkan lagi sedikit mengenai softskill padamu Patrick. Dalam dunia kerja, saat kita melamar pekerjaan sudah pasti hardskill sangat penting, mahasiswa perlu mempersiapkan dirinya dengan mengembangkan hard skill sebagai dasar untuk melamar pekerjaan dan diimbangi dengan soft skill sebagai landasan untuk melakukan pekerjaan. Karena hampir semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan adanya kombinasi yang sesuai antara hard skill dan soft skill, apapun posisi karyawannya. Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja berbagai perusahaan yang juga mensyaratkan kemampuan soft skill, seperi team work, kemampuan komunikasi, dan interpersonal relationship, dalam job requirementnya.”
Patrick            : “sekarang aku jelas megenai hardskill dan softskill. Mulai sekarang aku akan mulai rajin hadir dikelas matakuliah softskill, terima kasih atas penjelasanmu sobat!”
Sponge Bob   : “itu baru sedikit mengenai hardskill dan softskill Patrick, masih luas cakupannya.”
Patrick            : “baiklah aku tahu. Aahhh… sudah waktunya kita masuk ke kelas sponge. Ayoo kita bergegas ke kelas, sudahi dulu pembicaraan kita sampai sini”

Lalu Sponge Bob dan Patrick bersiap dan bergegas menuju kelas.

Jumat, 30 November 2012

TANGGAPAN TERHADAP SALAH SATU KASUS FRAUD



Selama Mei 2012
BI: Kerugian Kasus Fraud Capai Rp2,37 Miliar
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat pada Mei 2012 terdapat 1.009 kasus fraud yang dilaporkan, dengan nilai kerugian mencapai Rp2,37 miliar. Jenis fraud yang paling banyak terjadi adalah pencurian indentitas dan Card Not Present (CNP) yaitu masing-masing sebanyak 402 kasus dan 458 kasus dengan nilai kerugian masing-masing mencapai Rp1,14 miliar dan Rp545 juta yang dialami oleh penerbit.
"Kita sadari jumlah kejahatan terbesar dalam layanan perbankan elektronik ada pada alat pembayaran menggunakan kartu terutama penggunaan kartu kredit," kata Deputi Gubernur BI Ronald Waas, saat membuka Seminar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kejahatan pada Layanan Perbankan Elektronik, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (5/7/2012) Berdasarkan data Mastercard, peringkat fraud Indonesia berada pada posisi kedua terendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Pasifik. Sedangkan berdasarkan data Visa, peringkat fraud Indonesia berada pada posisi ketiga terendah dibandingkan dengan negara asia lain di Asia Tenggara jauh di bawah Singapura dan Malaysia. "Perhitungan ini diperoleh berdasarkan nilai fraud dengan total nilai transaksi dalam periode perhitungan," jelasnya.

Ilustrasi. (Foto: Koran SI)
Sementara itu, berdasarkan kajian yang dilakukan Indonesia Security Inciudent Response Team on Internet Infrastructure, ada beberapa titik rawan dalam keamanan dan kasus kejahatan terkait layanan perbankan elektronik di Indonesia, seperti kerawanan prosedur perbankan.
"Lemahnya proses identifikasi dan validasi calon nasabah sehingga mudah untuk dilakukan pemalsuan identitas," ujarnya singkat.
Selain itu, ada kerawanan fisik, kartu ATM yang digunakan bank saat ini jenisnya magnetic stripe card yang tidak dilengkapi pengaman chip sehingga skimming PIN mudah dilakukan. Kerawanan aplikasi dan kerawanan perilaku dan kerawanan regulasi dan kelemahan penegakan hukum.
Lebih lanjut, Ronald mengatakan penggunaan chip pada kartu ATM atau debit juga sudah mulai digagas dan selambat-lambatnya dilakukan pada akhir 2015. Di sisi lain, penggunaan enam digit PIN pada akhir 2014 mendatang. "Kajian, sudah pasti empat dan enam digit lebih susah nebak yang enam digit kan. Kita musti kombinasinya lebih banyak dibanding empat digit," tukas dia. (Iman Rosidi/Sindoradio/ade).

SUMBER ARTIKEL :
diunduh tanggal 24 november 2012, 15.45 WIB
 
Dari arikel kasus fraud diatas pendapat yang dapat saya berikan yakni,
Inti masalah terjadi nya kasus fraud yang menyerang dunia perbankan Indonesia adalah pemalsuan identitas dan kerawanan penggunaan kartu ATM. Jika hal ini berlangsung terus menerus walaupun pada saat ini peringkat fraud Indonesia berada pada posisi kedua terendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Pasifik dan berdasarkan data Visa, peringkat fraud Indonesia berada pada posisi ketiga terendah dibandingkan dengan negara asia lain di Asia Tenggara jauh di bawah Singapura dan Malaysia, apabila kejahatan fraud terus berlangsung dan tidak ada perkembangan penanganan serta pencegahan kerugian yang dialami akan semakin besar dan bisa juga tidak dapat dikendalikan lagi.
Hal yang dapat dilakukan untuk menangani atau mengurangi kasus fraud ini menurut pendapat saya adalah dilakukan beberapa pengendalian oleh perusahaan dan menugaskan kepada auditor untuk mengevaluasinya. Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain pengendalian biometric dan pengendalian enkripsi.
Peralatan biometric merupakan autentikasi penggunaan yang mengukur berbagai karakteristik pribadi, seperti sidik jari, suara, retina, atau karakteristik tanda tangan. Karakteristik pengguna ini dibuat dalam bentuk digital. Jadi ketika seseorang berusaha mengakses basis data, alat pemindai khusus akan menangkap karakteristik biometriknya dan membandingkan dengan data yang disimpan dalam file atau kartu ID. Lalu tugas auditor selanjutnya adalah mengevaluasi biaya dan manfaat dari pengendalian biometric.
Sedangkan enkripsi data menggunakan algoritme mengacak data tertentu, sehingga tidak bisa dibaca oleh penyusup yang sedang “menjelajahi” basis data. Tugas auditor dalam pengendalian enkripsi adalah memverifikasi bahwa data yang sensitif seperti kata sandi, dienkripsi dengan baik.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah melengkapi pengaman chip pada setiap kartu ATM sehingga skimming PIN sulit dilakukan, serta lebih memperhatikan dan memperkuat proses identifikasi dan validasi calon nasabah agar pemalsuan identitas tidak terjadi.