Selasa, 19 April 2011

SYARAT DAN PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN

• Syarat-syarat untuk sahnya perjanjian
Menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
dengan “sepakat” dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuu mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan.
2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
orang yang mengadakan perjanjian harus “cakap” menurut hukum. Pada azasnya, “setiap orang yang sudah dewasa” atau “akilbalig” dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum.
3. suatu hal tertentu
artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan keajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya.
4. suatu sebab yang halal
dengan “sebab” ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa “sebab” itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud.
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena orang-orang nya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian , sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
• Pembatalan suatu perjanjian
Perjanjian kedua belah pihak yang merupakan sepakat itu harus diberikan secara bebas. Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perjanjian tadi tidak bebas, yaitu
Pemaksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa, jadi bukan paksaan badan. Misalnya salah satu pihak karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa menyetujui suatu perjanjian.
Kekhilafan atau Kekeliruan terjadi, apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu.
Penipuan terjadi, apabial satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar dengan akal-akalan yang cerdik (tipu-muslihat), untuk membujuk pihak lawannya memberikan perijinannya.
Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut
1. pembayaran
2. penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan
3. pembaharuan utang
4. perjumpaan hutang atau kompensasi
5. percampuran hutang
6. pembebasan hutang
7. musnahnya barang yang berhutang
8. kebatalan/pembatalan
9. berlakunya suatu syarat batal
10. lewatnya waktu

SUMBER : aspek hukum dalam bisnis, universitas gunadarma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar