Sebelum
membahas mengenai Good Corporate Governance (GCG) pada bisnis syariah, terlebih
dulu kita harus mengetahui apa itu GCG ??. seperti yang dikutip oleh Susilo dan
Simarmata (2007) definisi mengenai corporate governance pertama kali
dikeluarkan oleh Cadbury Commite pada tahun 992 menyatakan bahwa, “corporate
governance adalah sisitem untuk mengarahkan dan mengendalikan perseroan”.
Menurut keputusan menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002 mendefinisikan corporate
governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegaang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan.
Dari
definisi-definisi diatas bias disimpulkan bahwa GCG merupakan suatu proses dan
struktr yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola usaha dalam rangka
meningkatkan kemajuan usaha dan akuntabilitas perusahaan yang juga menekankan
pada pentingnya pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai entinitas bisnis
dalam masyarakat dan stakeholders.
Bisnis
syariah telah lama berkembang di Indonesia. Dewasa ini telah banyak bisnis
syariah, utamanya sektor keuangan dan perbankan yang menyatakan diri sebagai
entitas bisnis syariah. Sementara itu banyak pula kegiatan bisnis syariah yang
dilakukan baik oleh perusahaan besar maupun perusahaan kecil bahkan perorangan
yang belum menyatakan diri sebagai entitas bisnis syariah dan berpotensi untuk
berkembang dimasa mendatang.
Bisnis
dalam Islam memiliki posisi yang sangat mulia sekaligus strategis kerena bukan
sekedar diperbolehkan didalam Islam, melainkan justru diperintahkan oleh Allah
Swt di dalam al-Quran (Al-Jumah/62: 10). Dalam bisnis syariah, kepemilikan,
pemanfaatan dan pelaksanaannya dapat dilakukan oleh siapapun tanpa sekat agama,
kepercayaan, ras suku dan bahasa. Kegiatan bisnis merupakan bagian dari
pelaksanaan peran manusia sebagai khalifah (wali amanat dari Allah) dalam
rangka memakmurkan bumi berdasarkan petunjuk Ilahi sekaligus sebagai
manifestasi ibadah kepada Allah Swt. Penegakan iman dan takwa diwujudkan
melalui implementasi akhlaqul karimah dalam setiap aspek dan kegiatan usaha
dengan memperhatikan hubungan baik yang komprehensif mencakup seluruh
kepentingan stakeholder termasuk lingkungan sekitar. Kedudukan manusia dalam
bisnis syariah secara kodrat tidak terlepas dari kecenderungan untuk
berperilaku baik dan buruk, terlebih lagi manusia yang beraktifitas didunia
bisnis. Pelaku bisnis dapat melakukan aktivitas bisnisnya dengan cara yang
tidak baik untuk mencapai tujuannya, namun disisi lain tidak menutup
kemungkinan adanya pelaku bisnis yang tetap taat asas mengikuti akhlaqul
karimah sehingga mampu mempertahankan perilaku baiknya dalam bisnis.
Berdasarkan
uraian diatas dan dalam rangka menjaga sustainability bisnis syariah melalui
pelaksanaan governance yang dapat mengeliminasi kecenderungan perilaku bisnis
yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dan mencapai tujuan,
maka diperlukan standar dan pedoman good governance bisnis syariah. Untuk itu
disusun Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah (GGBS) yang dapat diterima
oleh semua pihak.
Maksud
dan tujuan penyusunan Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah atau untuk
selanjutnya di sebut Pedoman Umum GGBS adalah sebagai acuan dalam berbisnis
secara Islami, baik untuk lembaga yang sudah menyatakan diri sebagai entitas
syariah maupun yang belum.
Dalam
rangka penegakan Good Governance Bisnis Syariah (GGBS), diperlukan penciptaan
prakondisi yang memungkinkan terwujudnya bisnis yang berkembang dengan tetap
mendasarkan pada kaedah-kaedah syariah. Prakondisi yang perlu diciptakan
meliputi prakondisi yang dapat meyakinkan bahwa bisnis syariah tidak hanya
ditujukan untuk keberhasilan materi akan tetapi juga harus dikaitkan dengan
keberhasilan spiritual. Dengan demikian, prakondisi yang diciptakan juga harus
mempertimbangkan dua sudut pandang, yaitu sudut pandang spiritual dan sudut
pandang operasional.
Secara
operasional, penerapan GGBS menuntut berfungsinya empat pilar yaitu negara,
ulama, pelaku bisnis syariah dan masyarakat. Pelaksanaan peran secara optimal
mewajibkan setiap pilar untuk mematuhi prinsip-prinsip dasar pengelolaan bagi
masing-masing fungsi dan perannya sebagai berikut:
1.
Negara
merupakan pemegang kewenangan tertinggi dalam mendorong terciptanya iklim
kehidupan masyarakat yang baik, termasuk iklim bisnis yang sehat dan dinamis.
Dalam hal ini, Negara menetapkan berbagai ketentuan, termasuk upaya penegakan
hukumnya (law enforcement), serta membangun berbagai sarana prasarana, demi
terciptanya iklim bisnis yang sehat, sehingga dapat digunakan sebagai wadah
penerapan GGBS yang optimal.
2.
Ulama
sebagai pihak yang mewarisi keluasan dan kedalaman pengetahuan berperan sebagai
konsultan dan tempat rujukan bagi pemerintah dan masyarakat.
3.
Pelaku
bisnis syariah sebagai pihak yang melakukan berbagai aktivitas bisnis, berperan
sebagai pihak yang wajib bertakwa dan mematuhi serta mentaati berbagai
ketentuan yang ditetapkan pemerintah, sehingga kegiatan bisnis tersebut
senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah Swt.
4.
Masyarakat
sebagai pihak yang melakukan berbagai aktivitas ekonomi, wajib bertakwa dan
mematuhi serta mentaati berbagai ketentuan yang ditetapkan pemerintah, agar
aktivitas ekonomi tersebut senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah Swt.
Disamping itu, oleh karena masyarakat merupakan pihak yang berhak mendapatkan
perlindungan, maka masyarakat juga berperan dalam mewujudkan kontrol sosial
(social control) terhadap negara dan pelaku bisnis. Kontrol sosial diwujudkan
dengan menunjukkan kepedulian secara obyektif, bertanggung jawab dan
konstruktif.
Bisnis
syariah yang dimaksud dalam Pedoman GGBS ini mencakup beberapa bentuk entitas
bisnis yang dalam istilah umum disebut “Perusahaan”. Menurut perundangan yang
berlaku, Perusahaan memiliki badan hukum yang berbeda seperti: perseroan
terbatas (PT), usaha bersama (mutual company), perusahaan perorangan dan
koperasi. Bentuk-bentuk Perusahaan tersebut memiliki banyak kesamaan, namun
juga beberapa perbedaan karakteristik. Kesamaannya adalah bahwa setiap kegiatan
bisnis syariah perlu memilliki empat fungsi sehingga dapat tercipta chek and
balance. Keempat fungsi tersebut meliputi: kepemilikan, pelaksanaan bisnis secara
operasional, pengawasan dan nasehat serta pengawasan aspek syariah.
Asas
GGBS yang masih sejalan dengan asas GCG yang berlaku secara umum dalam dunia
usaha yaitu TARIF: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi
serta kewajaran dan kesetaraan (fairness).
·
Tranparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan
(disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh
pemangku kepentingan. Transparansi diperlukan agar pelaku bisnis syariah
menjalankan bisnis secara objektif dan sehat. Pelaku bisnis syariah harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan
oleh peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah.
·
Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi
dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Pelaku bisnis syariah
harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu bisnis syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan pelaku bisnis syariah dengan tetap memperhitungkan pemangku
kepentingan dan masyarakat pada umumnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
·
Responsibilitas
a.
Pelaku bisnis syariah harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap ketentuan bisnis syariah dan perundangan, anggaran dasar
serta peraturan internal pelaku bisnis syariah (by-laws).
b.
Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan isi perjanjian yang dibuat termasuk
tetapi tidak terbatas pada pemenuhan hak dan kewajiban yang yang disepakati
oleh para pihak.
c.
Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan tanggung jawab sosial antara lain
dengan peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di
sekitar tempat berbisnis, dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang
memadai. Pelaksanaan tanggung jawab sosial tersebut dapat dilakukan dengan cara
membayar zakat, infak dan sadaqah.
·
Indepedensi
a.
Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen dan harus menghindari
terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan
tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari
segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara obyektif.
b.
Masing-masing organ Perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan peraturan perundangan dan ketentuan syariah, tidak saling mendominasi
dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
c.
Seluruh jajaran bisnis syariah harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan uraian tugas dan tanggung jawabnya.
·
Kewajaran dan kesetaraan. Fairness atau kewajaran merupakan
salah satu manifestasi adil dalam dunia bisnis. Setiap keputusan bisnis, baik
dalan skala individu maupun lembaga, hendaklan dilakukan sesuai kewajaran dan
kesetaraan sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan tidak diputuskan berdasar
suka atau tidak suka. Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan
hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis, baik
di dunia maupun di akhirat.
dikutip dari www.google.com
dikutip dari www.google.com