Selama Mei 2012
BI: Kerugian Kasus Fraud
Capai Rp2,37 Miliar
JAKARTA
- Bank Indonesia (BI) mencatat pada Mei 2012 terdapat 1.009 kasus fraud yang
dilaporkan, dengan nilai kerugian mencapai Rp2,37 miliar. Jenis fraud yang
paling banyak terjadi adalah pencurian indentitas dan Card Not Present (CNP)
yaitu masing-masing sebanyak 402 kasus dan 458 kasus dengan nilai kerugian
masing-masing mencapai Rp1,14 miliar dan Rp545 juta yang dialami oleh penerbit.
"Kita
sadari jumlah kejahatan terbesar dalam layanan perbankan elektronik ada pada
alat pembayaran menggunakan kartu terutama penggunaan kartu kredit," kata
Deputi Gubernur BI Ronald Waas, saat membuka Seminar Nasional Pencegahan dan
Penanganan Kejahatan pada Layanan Perbankan Elektronik, di Gedung BI, Jakarta,
Kamis (5/7/2012) Berdasarkan
data Mastercard, peringkat fraud Indonesia berada pada posisi kedua terendah
dibandingkan dengan negara lain di Asia Pasifik. Sedangkan berdasarkan data
Visa, peringkat fraud Indonesia berada pada posisi ketiga terendah dibandingkan
dengan negara asia lain di Asia Tenggara jauh di bawah Singapura dan Malaysia. "Perhitungan
ini diperoleh berdasarkan nilai fraud dengan total nilai transaksi dalam periode
perhitungan," jelasnya.
Ilustrasi.
(Foto: Koran SI)
Sementara
itu, berdasarkan kajian yang dilakukan Indonesia Security Inciudent Response
Team on Internet Infrastructure, ada beberapa titik rawan dalam keamanan dan
kasus kejahatan terkait layanan perbankan elektronik di Indonesia, seperti
kerawanan prosedur perbankan.
"Lemahnya
proses identifikasi dan validasi calon nasabah sehingga mudah untuk dilakukan
pemalsuan identitas," ujarnya singkat.
Selain
itu, ada kerawanan fisik, kartu ATM yang digunakan bank saat ini jenisnya
magnetic stripe card yang tidak dilengkapi pengaman chip sehingga skimming PIN
mudah dilakukan. Kerawanan aplikasi dan kerawanan perilaku dan kerawanan
regulasi dan kelemahan penegakan hukum.
Lebih
lanjut, Ronald mengatakan penggunaan chip pada kartu ATM atau debit juga sudah
mulai digagas dan selambat-lambatnya dilakukan pada akhir 2015. Di sisi lain,
penggunaan enam digit PIN pada akhir 2014 mendatang. "Kajian, sudah pasti
empat dan enam digit lebih susah nebak yang enam digit kan. Kita musti
kombinasinya lebih banyak dibanding empat digit," tukas dia. (Iman
Rosidi/Sindoradio/ade).
SUMBER ARTIKEL :
diunduh tanggal 24 november 2012, 15.45 WIB
Dari
arikel kasus fraud diatas pendapat yang dapat saya berikan yakni,
Inti
masalah terjadi nya kasus fraud yang menyerang dunia perbankan Indonesia adalah
pemalsuan identitas dan kerawanan penggunaan kartu ATM. Jika hal ini
berlangsung terus menerus walaupun pada saat ini peringkat fraud Indonesia
berada pada posisi kedua terendah dibandingkan dengan negara lain di Asia
Pasifik dan berdasarkan data Visa, peringkat fraud Indonesia berada pada posisi
ketiga terendah dibandingkan dengan negara asia lain di Asia Tenggara jauh di
bawah Singapura dan Malaysia, apabila kejahatan fraud terus berlangsung dan
tidak ada perkembangan penanganan serta pencegahan kerugian yang dialami akan semakin
besar dan bisa juga tidak dapat dikendalikan lagi.
Hal
yang dapat dilakukan untuk menangani atau mengurangi kasus fraud ini menurut
pendapat saya adalah dilakukan beberapa pengendalian oleh perusahaan dan
menugaskan kepada auditor untuk mengevaluasinya. Pengendalian yang dapat
dilakukan antara lain pengendalian biometric dan pengendalian enkripsi.
Peralatan
biometric merupakan autentikasi penggunaan yang mengukur berbagai karakteristik
pribadi, seperti sidik jari, suara, retina, atau karakteristik tanda tangan.
Karakteristik pengguna ini dibuat dalam bentuk digital. Jadi ketika seseorang
berusaha mengakses basis data, alat pemindai khusus akan menangkap
karakteristik biometriknya dan membandingkan dengan data yang disimpan dalam
file atau kartu ID. Lalu tugas auditor selanjutnya adalah mengevaluasi biaya
dan manfaat dari pengendalian biometric.
Sedangkan
enkripsi data menggunakan algoritme mengacak data tertentu, sehingga tidak bisa
dibaca oleh penyusup yang sedang “menjelajahi” basis data. Tugas auditor dalam
pengendalian enkripsi adalah memverifikasi bahwa data yang sensitif seperti
kata sandi, dienkripsi dengan baik.
Hal lain yang dapat
dilakukan adalah melengkapi pengaman chip pada setiap kartu ATM sehingga
skimming PIN sulit dilakukan, serta lebih memperhatikan dan memperkuat proses identifikasi
dan validasi calon nasabah agar pemalsuan identitas tidak terjadi.